Monday, 29 April 2013

2.11. Pengertian Net Interest Margin (NIM) dan Contoh Ilustrasinya


Pengertian Net Interest Margin (NIM) 

     Net Interest Margin (NIM) “Marjin Bunga Bersih” adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.

     Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).

     Margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga bersih , namun penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku bunga pinjaman, tanpa kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam dapat menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih sehingga dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada penyebaran bunga bersih.
 
Perhitungan

     Net Interest Margin (NIM) dihitung sebagai persentase dari aset dikenakan bunga. Sebagai contoh, rata-rata pinjaman bank untuk nasabah adalah $ 100,00 dalam setahun sementara itu memperoleh pendapatan bunga sebesar $ 6,00 dan bunga yang dibayar sebesar $ 3,00. Net Interest Margin (NIM) kemudian dihitung sebagai ($ 6,00 – $ 3,00) / $ 100,00 = 3%. Pendapatan bunga bersih sama dengan bunga yang diperoleh dikurangi bunga yang dibayarkan kepada pelanggan.

Sumber : http://safrilblog.wordpress.com/2013/04/04/pengertian-net-interest-margin-nim-dan-contoh-ilustrasinya/

2.10. Pengertian Non Performing Loan (NPL) dan Contoh Ilusrtasinya


Pengertian Non Performing Loan (NPL) 
      Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana.

     Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa Rasio Kredit Bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut:

Rasio NPL = (Total NPL / Total Kredit ) x 100%

Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50 dengan total kredit sebesar 1000, sehingga rasio NPL bank tersebut adalah 5% (50 / 1000 = 0.05).


  • Beberapa Hal Yang Mempengaruhi NPL Suatu Perbankan
     Menurut pendapat penulis terdapat beberapa hal yang mempengaruhi atau dapat menyebabkan naik turunnya Non Performing Loan (NPL)  suatu bank, diantaranya dalah sebagai berikut :
  1. Kemauan atau itikad baik debitur :  Kemampuan debitur dari sisi financial untuk melunasi pokok dan bunga pinjaman tidak akan ada artinya tanpa kemauan dan itikad baik dari debitur itu sendiri.
  2. Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia : Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi tinggi rendahnya Non Performing Loan (NPL)  suatu perbankan, misalnya kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM akan menyebabkan perusahaan yang banyak menggunakan BBM dalam kegiatan produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang diambil dari laba yang dianggarkan untuk pembayaran cicilan utang untuk memenuhi biaya produksi yang tinggi, sehingga perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam membayar utang-utangnya kepada bank. Demikian juga halnya dengan PBI, peraturan-peraturan Bank Indonesia mempunyai pengaruh lansung maupun tidak lansung terhadap Non Performing Loan (NPL)  suatu bank. Misalnya BI menaikan BI Rate yang akan menyebabkan suku bunga kredit ikut naik, dengan sendirinya kemampuan debitur dalam melunasi pokok dan bunga pinjaman akan berkurang.
  3. Kondisi perekonomian : Kondisi perekonomian mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh terhadap Non Performing Loan (NPL)  diantaranya adalah sebagai berikut:
    • Inflasi
     Inflasi adalah kenaikan harga secara menyeluruh dan terus menerus. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kemampuan debitur untuk melunasi utang-utangnya berkurang.
    • Kurs rupiah
     Kurs rupiah mempunyai pengaruh juga terhadap Non Performing Loan (NPL) suatu bank karena aktivitas debitur perbankan tidak hanya bersifat nasioanal tetapi juga internasional.
Sumber : http://safrilblog.wordpress.com/2013/04/04/pengertian-non-permorfing-loannpl-dan-contoh-ilustrasinya/

2.10. Pengertian Non Performing Loan (NPL) dan Contoh Ilusrtasinya


Pengertian Non Performing Loan (NPL) 
      Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana.

     Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa Rasio Kredit Bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut:

Rasio NPL = (Total NPL / Total Kredit ) x 100%

Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50 dengan total kredit sebesar 1000, sehingga rasio NPL bank tersebut adalah 5% (50 / 1000 = 0.05).


  • Beberapa Hal Yang Mempengaruhi NPL Suatu Perbankan
     Menurut pendapat penulis terdapat beberapa hal yang mempengaruhi atau dapat menyebabkan naik turunnya Non Performing Loan (NPL)  suatu bank, diantaranya dalah sebagai berikut :
  1. Kemauan atau itikad baik debitur :  Kemampuan debitur dari sisi financial untuk melunasi pokok dan bunga pinjaman tidak akan ada artinya tanpa kemauan dan itikad baik dari debitur itu sendiri.
  2. Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia : Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi tinggi rendahnya Non Performing Loan (NPL)  suatu perbankan, misalnya kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM akan menyebabkan perusahaan yang banyak menggunakan BBM dalam kegiatan produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang diambil dari laba yang dianggarkan untuk pembayaran cicilan utang untuk memenuhi biaya produksi yang tinggi, sehingga perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam membayar utang-utangnya kepada bank. Demikian juga halnya dengan PBI, peraturan-peraturan Bank Indonesia mempunyai pengaruh lansung maupun tidak lansung terhadap Non Performing Loan (NPL)  suatu bank. Misalnya BI menaikan BI Rate yang akan menyebabkan suku bunga kredit ikut naik, dengan sendirinya kemampuan debitur dalam melunasi pokok dan bunga pinjaman akan berkurang.
  3. Kondisi perekonomian : Kondisi perekonomian mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh terhadap Non Performing Loan (NPL)  diantaranya adalah sebagai berikut:
    • Inflasi
     Inflasi adalah kenaikan harga secara menyeluruh dan terus menerus. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kemampuan debitur untuk melunasi utang-utangnya berkurang.
    • Kurs rupiah
     Kurs rupiah mempunyai pengaruh juga terhadap Non Performing Loan (NPL) suatu bank karena aktivitas debitur perbankan tidak hanya bersifat nasioanal tetapi juga internasional.
Sumber : http://safrilblog.wordpress.com/2013/04/04/pengertian-non-permorfing-loannpl-dan-contoh-ilustrasinya/

2.9. Pengertian Perhitungan Legal Lending Limit (LLL) dan Contohnya


Perhitungan Legal Lending Limit (LLL)

     Perhitungan Legal Lending Limit (LLL) adalah faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah AnalisisCAMEL.

  • ASPEK PERMODALAN (CAPITAL)
     Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.

  • ASPEK KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (ASSET )
     Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering disebut denganEarning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.
Ada empat macam jenis aktiva produktif yaitu :
  1. Kredit yang diberikan
  2. Surat berharga
  3. Penempatan dana pada bank lain
  4. Penyertaan
     Penilaian aset, sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (BI) adalah dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Selain itu juga rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan. Klasifikasi aktiva produktif merupakan aktiva produktif yang telah dilihat kolektabilitasnya, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
  • ASPEK KUALITAS MANAJEMEN (MANAGEMENT)
     Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.

  • ASPEK RENTABILITAS (EARNING)
     Penilaian aspek ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset dan Perbandingan antara Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional (BOPO).
  • ASPEK LIKUIDITAS (LIKUIDITY)
     Aspek kelima adalah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.

Penilaian dalam aspek ini meliputi :
  • Rasio kewajiabn bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar
  • Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank seperti KLBI, Giro, Tabungan, deposito dan lain-lain.

     Seraca umum penilaian tingkat kesehatan bank dapat dirangkum sebagai berikut :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut :

     Disamping penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank juga dipengaruhi hasil penilaian lainnya, yaitu penilaian terhadap : 
  1. Ketentauan pelaksanaan pemberian kredit Usaha Kesil (KUK) dan pelaksanaan Kredit Eksport
  2. Pelanggaran terhadap ketantuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering disebut dengan Legal Lending Limit.
  3. Pelanggaran Posisi Devisa Netto.
 Sumber : http://safrilblog.wordpress.com/2013/04/04/pengertian-perhitungan-legal-lending-limit-lll-dan-contoh-ilustrasinya/

2.8. Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Contohnya


Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR)

      Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.

      Capital Adequacy Ratio (CAR) menurut Lukman Dendawijaya (2000:122) adalah :
” Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan , surat berharga, tagihan pada bank lain ) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank , seperti dana dari masyarakat , pinjaman , dan lain – lain."

      Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.

Modal bank

Capital Adequacy Ratio (CAR) = ——————————— x 100%
Aktiva tertimbang menurut risiko
Contoh Capital Adequacy Ratio (CAR)
      Bila anda mendapat Rp.1000/bulan dari orang tua, anda dapat menentukan sendiri berapa yang harus tetap menjadi uang setelah uang tersebut anda belanjakan (untuk ongkos, membeli buku, pulsa, rokok, dll). sisa uang yang tetap menjadi uang tersebut dapat dianalogikan sebagai  Capital Adequacy Ratio (CAR) di perbankan tersebut, setelah semua uang yang masuk dipotong untuk pemberian kredit, kpr, dll. dan Capital Adequacy Ratio (CAR) tersebut besarnya ditentukan oleh Bank Indeonesia (BI) dan bila bank itu  Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya 0% apalagi sudah minus, berarti bank tersebut sudah tidak mempunyai modal/uang/capital lagi.

Sumber : http://safrilblog.wordpress.com/2013/04/04/pengertian-net-interest-margin-nim-dan-contoh-ilustrasinya/

2.7. Pengertian Loan to Deposite Rasio dan Contohnya


Pengertian Loan to Deposit Ratio (LDR)

     Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber.

     Pengertian Loan to Deposit Ratio (LDR) lainnya adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas.

     Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwasuatu bank meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau realtif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan (Latumaerissa,1999:23).

      Loan to Deposit Ratio (LDR) disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Penyaluran kreditmerupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran dana dalam bentuk kredit dibandingkan dengan deposit atau simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang harus ditanggung oleh bank yang bersangkutan.
 
     Menurut Mulyono (1995:101), rasio Loan to Deposit Ratio (LDR)merupakan rasio perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat (kredit) dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank (Dendawijaya, 2000:118). Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari Loan to Deposit Ratio (LDR) suatu bank adalah sekitar 85%. Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100% atau menurut Kasmir (2003:272), batas aman untuk Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut peraturan pemerintah adalah maksimum 110 %.

     Tujuan penting dari perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasiatau kegiatan usahanya. Dengan kata lain Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank.

     Penyebab Loan to Deposit Ratio (LDR) Rendah Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa perbankan nasional pernah mengalami kemerosotan jumlah kredit karena diserahkan ke BPPN untuk ditukar dengan obligasi rekapitalisasi. Begitu besarnya nilai kredit yang keluar dari sistem perbankan di satu sisi dan semakin meningkatnya jumlah DPK yang masuk ke perbankan, maka upaya ekspansi kredit yang dilakukan perbankan selama sepuluh tahun terakhir sepertinya belum berhasil mengangkat angka Loan to Deposit Ratio (LDR) secara signifikan.

Fungsi Loan to Deposit Ratio (LDR)

     Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR)pada saat ini berfungsi sebagai indikator intermediasi perbankan. Begitu pentingnya arti Loan to Deposit Ratio (LDR) bagi perbankan maka angka Loan to Deposit Ratio (LDR) pada saat ini telah dijadikan persyaratan antara lain :
  1. Sebagai salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan bank.
  2. Sebagai salah satu indikator kriteria penilaian Bank Jangkar (LDR minimum 50%),
  3. Sebagai faktor penentu besar-kecilnya GWM (Giro Wajib Minimum) sebuah bank.
  4. Sebagai salah satu persyaratan pemberian keringanan pajak bagi bank yang akan merger.
     Begitu pentingnya arti angka Loan to Deposit Ratio (LDR) , maka pemberlakuannya pada seluruh bank sedapat mungkin diseragamkan. Maksudnya, jangan sampai ada pengecualian perhitungan LDR di antara perbankan.


Sumber : http://pebyword.wordpress.com/2011/06/02/tugas-4-2-jelaskan-pengertian-loan-to-deposit-ratio-ldr/

2.6. Pengertian dan Contoh Legal Reserve Requirement (LRR)

Pengertian Legal Reserve Requirement (LRR)

     Reserve Requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menysihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia.








KEBIJAKAN MONETER
 

>> Definisi Kebijakan Moneter

     Kebijakan Moneter adalah Regulasi jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga oleh bank sentral untuk mengendalikan inflasi dan menstabilkan mata uang. Jika ekonomi sedang memanas, bank sentral (seperti (BI) Bank Indonesia) dapat menarik uang dari sistem perbankan, menaikkan persyaratan cadangan atau menaikkan tingkat diskonto untuk membuatnya dingin.
     Jika pertumbuhan sedang melambat, dapat membalikkan proses – meningkatkan jumlah uang beredar, menurunkan kebutuhan cadangan dan menurunkan tingkat diskonto. Kebijakan moneter mempengaruhi suku bunga dan jumlah uang beredar.

>> Macam-macam Kebijakan Moneter
 

Berdasarkan jenisnya, Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

  1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy, yaitu suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar.
  2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy,yaitu suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
>> Jenis-Jenis Instrumen Kebijakan Moneter
 
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
  • Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
  • Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
  • Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
  • Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Jumlah uang beredar (Ms) ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
  1. Besarnya jumlah uang inti (H) yang tersedia.
  2. Besarnya koefisien pelipat uang,.
Besarnya uang inti di pengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
  1. Keadaan neraca pembayaran (surplus dan deficit).
  2. Keadaan APBN (surplus dan degisit)
  3. Perubahan kredit langsung Bank Indonesia.
  4. Perubahan keredit likuiditas bank Indonesia.

Sumber : http://angger335.blogspot.com/2011/06/legal-reserve-requirement.html